Thursday, March 31, 2011

NILAILAH BUKU DARI SAMPULNYA

Cerita dibawah ini adalah fiksi....salah satu hasrat terpendam saya yang tidak tersalurkan dimasa lalu...sekarang saya tuangkan kedalam Blog saya ini... Selamat Menikmati....








Sangat aneh dan tidak mungkin terjadi. Kejadian ini pasti hanya ada satu didalam seribu tahun. Atau bahkan kejadian yang mungkin terjadi setiap sejuta tahun sekali. saya juga tidak akan percaya bila tidak mengalaminya.
Ada karyawan yang menolak diberikan kenaikan gaji!!
Namanya Waluyo.
Jabatannya (kalau bisa disebut Jabatan) rendah. Terendah dalam struktur karyawan dikantor ini. hanya seorang pesuruh. Disuruh membelikan makan siang. Disuruh mencuci mobil. Disuruh membuat teh atau kopi. Disuruh menyiapkan makanan kecil untuk miting. Mengelap kaca. Membersihkan toilet. Mengepel lantai. Dan pekerjaan rendahan lainnya semacam itu. (maaf, bukannya diskriminasi...tapi kenyataan)
Dengan struktur jabatan paling bawah dikantor ini dan jenis pekerjaan seperti yang saya sebutkan sebelumnya. Sudah pasti gaji yang diterima Waluyo sangat kecil. Memang dari kerja serabutan tadi kadang ia mendapat tip sebagai uang lelah dari karyawan lain yang meminta tolong kepadanya. Jumlahnya bila disatukan lumayan bisa menghidupi dia dikantor, ongkos ke kantor, rokok dan tetek bengek lainnya. jadi gaji yang tidak seberapa itu, seluruhnya diserahkan kepada istrinya. Waluyo harus menghidupi istri dan dua orang anak.
Sebagai seorang direktur diperusahaan ini. Saya kaget dan sangat
tidak percaya dengan apa yang saya dengar dari laporan manager HRD. Bahwa ada karyawan yang menolak diberikan kenaikan gaji. Tentu saja saya tertawa dan menganggap itu sebagai sebuah lelucon. Tapi manager ini hanya meringis tidak tertawa mengikuti saya.
”lho?. Ini serius?” tanya saya menghentikan tawa.
”iya pak.”
”tidak masuk akal!.” Kata saya lagi. ”Mungkin kamu saja yang kurang jelas cara penyampaiannya. Coba sekali lagi dengan pendekatan yang berbeda.”
”sudah pak. Berkali-kali saya coba. Melalui pendekatan yang berbeda-beda pula. Tapi tetap saja hasilnya sama. Dia menolak!”
Saya tertegun. Bagiku ini kejadian aneh. 
Sebagai penempat struktur tertinggi di perusahaan ini tentu saja ini bukan urusan utama saya. Bahkan apabila ada karyawan yang anehnya seperti ini, seharusnya lebih banyak lebih bagus lagi. Karena dapat menghemat pengeluaran perusahaan setiap bulannya. Tapi hal ini sangat menggelitik hati saya.  Mana ada dimasa sulit dimana harga-harga kebutuhan pokok melambung tinggi, orang malah menolak kenaikan gaji. 
Pilihannya ada dua. Yang pertama, orang ini gila. Dan yang kedua, dia anak orang kaya yang dalam penyamaran untuk mendapatkan gadis pujaan hati. Ah, tapi pilihan yang kedua hanya ada dalam sinetronnya televisi saja. Jadi pilihan nomor satu yang lebih masuk nalar saya. Tapi kalau orang gila. Mana mungkin. Masak bisa diterima menjadi salah satu karyawan disini. Oke, anggaplah dia tidak gila. Mungkin terbelakang. Lebih halus-nya lugu (kalau tidak mau disebut bodoh). Dilihat dari jenis pekerjaanya yang memang tidak dibutuhkan nalar dan pemikiran yang tinggi, nampaknya tidak ada masalah bila karyawan lugu ditempatkan diposisi itu. Malah bagus. Kecil kemungkinan untuk mencatut uang kembalian saat diminta tolong membeli sesuatu. (hahahahahahaaaaaaaa)
Jadi sudah kewajiban saya sebagai sesama manusia untuk memberikan pengertian kepada manusia lugu itu untuk memperbaiki hidupnya.(nah mulai niii sok tau-nya)
”saya ingin bertemu dengannya.” kataku kepada manager tadi.
”untuk apa pak.?”
”untuk meyakinkan dia. Sekaligus saya penasaran dan sedikit tersinggung. Kenapa dia menolak kenaikan gaji.”
”baik pak, akan saya panggilkan untuk segera menghadap.”

***

Begitulah ceritanya, walaupun hidup semakin berat dan tuntutan kerja semakin tinggi tetapi lelaki bersahaja didepan saya tetap menolak dengan halus kenaikan gaji yang diberikan perusahaaan.
”jadi nama kamu Waluyo.” kata saya menegaskan.
”iya pak.” Dia menjawab sambil mengangguk. Tangannya terkait kanan dan yang kiri sedikit dibawah ikat pinggangnya. Saat berbicara badannya dibungkukkan. Sikapnya takzim seperti kebanyakan abdi dalam keraton. Menghamba. Tipikal karyawan rendahan seperti dia.
”saya dengar kamu menolak saat diberi kenaikan gaji. Bisa dijelaskan mengapa.”
”......”  dia terdiam.
Apa bahasa saya terlalu tinggi untuk dia?.
Matanya menatap ke langit-langit. Bibir bawahnya digigit-gigit. Dahinya sedikit berkerenyit.
”apa yang saya inginkan sudah terpenuhi semua pak.” jawabnya setelah lama terdiam.
”maksudmu?”
”dari gaji saya. Saya sudah bisa makan. Bisa membayar kontrakan. Bisa menyekolahkan anak. Jadi saya rasa......saya tidak membutuhkan uang tambahan saat ini
Hei. Jawaban apa pula ini. Aku jadi semakin penasaran. Orang ini sedang berakting didepanku atau bagaimana. ”kan dengan adanya tambahan gaji, kamu bisa makan lebih enak. Bisa mencicil rumah dan bisa menyekolahkan anak ditempat yang lebih bagus?.”
Matanya berbinar. Bibirnya terkembang menatap saya.
”sungguh pak?. Saya bisa menyicil rumah.?
Ups. Saya menyadari kesalahan saya. Terlalu terbawa suasana untuk meyakinkan dia ,saya jadi tidak berpikir rasional. Sebagai karyawan rendahan seperti dia saya rasa tidak mungkin kenaikan itu dapat merubah sesuatu yang terlalu cepat dalam hidupnya.
”mmmm...maksud saya.mmm...begini... dengan kenaikan ini kamu bisa sedikit memperbaiki hidupmu. Menambah uang saku anakmu mungkin?. Atau menambah uang belanja.”
”anak saya cukup senang dengan uang saku yang saya berikan setiap hari pak. Dan saya rasa uang belanja tidak perlu ditambah. Sudah cukup.”

Waduh. Semakin aneh saja tampaknya. Saya berpikir keras. Lalu terbersit sebuah ide.

”pak waluyo sudah makan siang?” tanyaku.
”belum pak.”
”mari kita makan bersama diluar kantor.”
”tapi pak.......”
”sudahlah. Ikut saja.”

Saya sengaja mengajaknya kesebuah rumah makan mewah yang menyajikan menu makan siang kegemaran saya. Saya pesan dua porsi persis seperti yang biasa saya pesan. Satu untuk saya. Dan yang satunya untuk dia.
Dia bingung dan menatap saya saat makanan tersaji di meja. Saya tahu didalam tatapannya ada pertanyaan `mengapa`.
”sudah. Makan saja....silahkan. nanti saja kita lanjutkan pembicaraannya.”
Ragu-ragu dia menyantap makanannya. Suapan pertama masuk kedalam mulutnya. Wajahnya berubah. Sudah saya duga. Dia sangat suka dengan makanan ini. Dengan tidak sabar suapan demi suapan selanjutnya mengalir begitu cepat kedalam mulutnya.
”bagaimana?. Enak rasanya.” Tanyaku saat dia baru menghabiskan setengah piring.
Dia menghentikan suapannya. Dan terkaget melihat saya sedang memperhatikannya. Lebih kaget lagi setelah dia tahu saya belum menyentuh makanan saya sama sekali. Tergugup dia menelan makanan didalam mulutnya. Lalu diraih gelas disampingnya. Terburu-buru diseruput air didalamnya.
”enak sekali pak. Saya belum pernah merasakan makanan senikmat ini seumur hidup saya.”
”hmmm.” saya tersenyum penuh kemenangan. ”silahkan dilanjutkan makannya pak Waluyo.”
Dia melanjutkan makanan yang baru setengah tersentuh tanpa ragu-ragu lagi.
Tiba-tiba saat tangannya hendak mengambil suapan berikutnya. Saya menarik piring itu dari hadapannya.
Dia kaget. Lalu bertanya. ”kenapa pak?. Makanan saya belum habis.”
”kamu tahu harga makanan ini?” tanya saya.
Dia menggeleng.
”saya tahu kamu suka dengan makanan ini. dan sudah pasti tidak sanggup untuk membeli makanan ini sendiri.”
”mmmm....maksud bapak?.”
”makanya. Saya sarankan bapak Waluyo untuk menerima kenaikan gaji yang diberikan.” kata saya tetap dengan mimik dan senyum yang penuh dengan kemenangan.
”oooo....jadi nanti apabila gaji saya sudah naik, saya bisa membeli makanan ini memakai uang sendiri. Begitu.?”
Saya mengangguk. ” Itulah mengapa kita butuh uang.”
”setiap hari?. saya bisa makan seperti ini. karena saya rasa tidak ada makanan yang lebih enak dari makanan ini.”

Waduh. Saya jadi bingung lagi.
”Tidak bisa setiap hari. karena makanan ini sangat mahal. Tapi bapak bisa sekali-sekali datang kesini untuk membelinya. Bila bapak ada uang lebih. Naik gaji misalnya.”
”lantas kapan saya bisa makan disini setiap hari?.”
”nanti kan ada kenaikan gaji lagi. Begitu terus. Kenaikan jabatan. Kenaikan tunjangan. Kenaikan gaji lagi. Maka dari itu. Kamu harus bekerja lebih giat. Lebih keras lagi. Sehingga mendapatkan apa yang kamu inginkan.”
”Baiklah.!” katanya tiba-tiba sambil berdiri.
”jadi kamu menerima kenaikan gaji itu?” tanya saya melihat dia berapi-api seperti itu.
”ya.” jawabnya pasti.
Saya tersenyum lebar. Memuji diri sendiri dalam hati. `saya memang hebat`.

***

Minggu berikutnya saya melihat perubahan pada diri pak Waluyo. Awalnya saya senang karena berhasil memotivasi orang lain untuk bekerja lebih baik. Tapi semakin lama, saya melihat perubahannya yang berlebihan.
Sekali lagi. Saya suruh dia datang menghadap.
”Pak Waluyo. Saya lihat kamu banyak berubah sekarang.” tanya saya saat dia datang menghadap.
Dia tersenyum-senyum bangga.
”jam kamu baru ya?.” Saya melihat kearah pergelangan tangannya. ”Dulu kamu tidak punya kan?.”
Dia mengangguk
”baju, celana dan sepatu kamu juga?.”
”tidak cuma itu pak.”
Dia merogoh saku celananya. Dipamerkan handphone keluaran terbaru kehadapanku. ”ini juga baru” katanya sambil cengar cengir.
”dapat uang dari mana? Paling tinggi kenaikan gaji kamu kemarin cuma limaratus ribu rupiah.”
”hehe....limaratus tiga puluh lima ribu rupiah pak tepatnya. Terima kasih”
”iya.....terus kamu bisa beli barang-barang ini uangnya darimana?.”
”dari gaji saya pak”
Saya menghitung sebentar dalam kepala. ”lho?. Gajinya tidak kamu serahkan kepada istrimu?”
Dia menggeleng. ”kan nanti saya naik gaji lagi. Dapat tunjangan. Naik jabatan. Bisa naik gaji lagi. Maka itu saya dari kemarin bekerja sangat keras. Dan. O iya pak sekarang dua kali seminggu saya makan di tempat yang kemarin kita berdua makan lho.”
Saya bingung.
”lho. Bagaimana sih?... kamu mengerti kan maksud saya waktu itu?.”
”tentu saja pak. Kalau saya bekerja lebih keras saya akan naik gaji. Naik jabatan dan dapat tunjangan. Untuk itu kan bapak memanggil saya sekarang?. Saya akan naik gaji lagi. Betul kan?” matanya berbinar saat mengatakan itu.

Kontan saya pusing dan sesak nafas seketika .




28 comments:

  1. ha ha ha...gubrak deh. bisa bangkrut atuh si pak Waluyo. Dia pikir naik gaji terus apa. hehee

    ReplyDelete
  2. hahaaa..jadi pepatah jangan nilai buku dari sampulnya salah yaaa..... :)

    ReplyDelete
  3. dont judge book by the cover yah ini mah..hehhehehe

    ReplyDelete
  4. hahaaa....iya..ini counter dari pepatah itu...thx yaaaa....

    ReplyDelete
  5. suip mas... coba kirim ke kompas aja.... udah bisa nih

    ReplyDelete
  6. wah seru mas cerpennya.... aku dah follback mas........

    ReplyDelete
  7. @vbi...saya butuh keberanian untuk itu...tapi berkat komen kamu...baru saja saya kirim naskah ini ke media...terima kasih masukannya
    @mas Arief... terima kasih banyak.. :)

    ReplyDelete
  8. wakakka,, kalo tau gitu mending gak usah naikin gajinya aja... ada2 aja si waluyo..

    ReplyDelete
  9. Ya ampun.. Menyedihkan...... Itu tuh akibatnya Kalo ngajarin atau ngasih tau orang setengah-setengah... Pake contoh yang salah pula.......

    ReplyDelete
  10. @fizer...@rinz.... iya...si bos nya juga ngawur...hahaaaaa...

    ReplyDelete
  11. waaah..nggk nyangka akhir ceritanya begitu...hik hik...kasian juga tuh si pak Waluyo jadi salah kaprah. tapi bener ini bagus banget. mengngatkan kita agar jangan terlalu memaksakan cara pandang kita sama dengan org lain, krn mungkin saja sbnrnya dia sdh bahagia dgn hidupnya. dan perubahan yang kita tawarkan belum tentu lebih baik buat dia :-)nice story!

    ReplyDelete
  12. iya...kadang kita terlalu rendah dalam memandang orang itu memaknai hidup...dan tergerak untuk menyamakan standar kita dengan dia...terima kasih untuk komennya ya... :)

    ReplyDelete
  13. Gaya hidup yang aneh. Baru merasakan nikmatnya hidup enak, eh malah menjadi orang yang lupa daratan. Oleh karenanya kadang apa yang menurut kita baik untuk dia, pada kenyataannya bisa berakbat buruk bagi ybs. Biarkanlah semuanya berjalan apa adanya saja.

    ReplyDelete
  14. Mampir malam ke Blog sobat tuk baca artikelnya,..
    hmmmterkesimak,..
    Happy Blogging

    ReplyDelete
  15. to `coretan hidup` ...betul sekali...jangan kita paksain juga mereka mengikuti standar kita

    To Boku no blog...thx a lot....

    ReplyDelete
  16. thx udah mampir..
    kunjungan balik nih

    Ini bosnya yg salah nyampein atau waluyonya yang terlalu lugu?! :bingung

    hidup LUGU!!
    ^_^

    ReplyDelete
  17. hehehe. ini cerita orang minta naik gaji lagi. ahh tapi terlalu polos banget orang nya. baru di suruh tinggkatkan hidup, ehhh malah beli macem macem. lugu tuh. apa ada orang kayak gini yah?? nice post bro

    ReplyDelete
  18. iya..agak terlalu sulit dipercaya...pantes nya film komedi aja...yg main...jojon... thx untuk komen nya bro...

    ReplyDelete
  19. itu namanya polos.. haduh si Waluyo polos banget yak.. susah punya karyawan kayak dia..

    hahah.. biarpun kenaikan gaji itu haknya, tapi kalo salah diterimanya bisa nyusahin lagi..

    ReplyDelete
  20. wah keren ceritanya, agih dikirim ke media, sumprit keren...
    lucuuuu puol, salam kenal, aku follow ya, kalo tertarik silahkan follow balik, ^^

    ReplyDelete
  21. wah,Gue bingung yang mana yang lugu..sibos atau waluyo??

    ReplyDelete
  22. @gaphe...betuuullll

    @naila...terima kasih yaaa...

    @i-one....pertanyaan bagus...heheheeeee thx...

    ReplyDelete
  23. buset dah pemikirannya itu.. Lugu apa ....

    ReplyDelete
  24. hahahaaaaaaaaaaaaa...iya...lugu banget...

    ReplyDelete
  25. dulu si waluyo TKnya dimana sih????pinter betuuuul tuh orang..mpe bikin HRDnya traktir dia makan...
    salam deh buwat waluyoooo...


    hiduuuuuup waluyoooo...

    ReplyDelete
  26. hahaaaaaa...polos tapi pinter ya....terima kasih untuk komennya ya ink...
    salam

    ReplyDelete

tinggalkan jejak kalian dibawah ini...apapun isinya...tetap akan membuat saya bahagia menari-nari kecil didepan laptop.... heheeeee.......